Tafsir Al-Misbah


Tafsir Al-Misbah

Karya : Prof. Dr. M. Quraish Shihab

Biografi Penulis

Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia lahir tanggal 16 Februari 1944 di Rapang, Sulawesi Selatan.[1] Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujungpandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujungpandang. Ia juga tercatat sebagai rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959-1965 dan IAIN 1972–1977.

Sebagai seorang yang berpikiran progresif, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya yang demikian maju itu dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu Jami’atul Khair, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Murid-murid yang belajar di lembaga ini diajari tentang gagasan-gagasan pembaruan gerakan dan pemikiran Islam. Hal ini terjadi karena lembaga ini memiliki hubungan yang erat dengan sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah seperti Hadramaut, Haramaian dan Mesir. Banyak guru-guru yang di¬datangkarn ke lembaga tersebut, di antaranya Syaikh Ahmad Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika. Sebagai putra dari seorang guru besar, Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama setelah magrib. Pada saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya yang kebanyakan berupa ayat-ayat al-Qur’an. Quraish kecil telah menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap al-Qur’an sejak umur 6-7 tahun. Ia harus mengikuti pengajian al-Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain menyuruh membaca al-Qur’an, ayahnya juga menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam al-Qur’an. Di sinilah, benih-benih kecintaannya kepada al-Qur’an mulai tumbuh.[2]

Pendidikan formalnya di Makassar dimulai dari sekolah dasar sampai kelas 2 SMP. Pada tahun 1956, ia di kirim ke kota Malang untuk “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyah. Karena ketekunannya belajar di pesantren, 2 tahun berikutnya ia sudah mahir berbahasa arab. Melihat bakat bahasa arab yg dimilikinya, dan ketekunannya untuk mendalami studi keislamannya, Quraish beserta adiknya Alwi Shihab dikirim oleh ayahnya ke al-Azhar Cairo melalui beasiswa dari Propinsi Sulawesi, pada tahun 1958 dan diterima di kelas dua I’dadiyah Al Azhar (setingkat SMP/Tsanawiyah di Indonesia) sampai menyelasaikan tsanawiyah Al Azhar. Setelah itu, ia melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan Hadits. Pada tahun 1967 ia meraih gelar LC. Dua tahun kemudian (1969), Quraish Shihab berhasil meraih gelar M.A. pada jurusan yang sama dengan tesis berjudul “al-I’jaz at-Tasryri’i al-Qur’an al-Karim (kemukjizatan al-Qur’an al-Karim dari Segi Hukum)”. Pada tahun 1973 ia dipanggil pulang ke Makassar oleh ayahnya yang ketika itu menjabat rektor, untuk membantu mengelola pendidikan di IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil rektor bidang akademis dan kemahasiswaan sampai tahun 1980. Di samping mendududki jabatan resmi itu, ia juga sering mewakili ayahnya yang uzur karena usia dalam menjalankan tugas-tugas pokok tertentu. Berturut-turut setelah itu, Quraish Shihab diserahi berbagai jabatan, seperti koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia bagian timur, pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental, dan sederetan jabatan lainnya di luar kampus. Di celah-celah kesibukannya ia masih sempat merampungkan beberapa tugas penelitian, antara lain Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia (1975) dan Masalah Wakaf Sulawesi Selatan (1978).

Untuk mewujudkan cita-citanya, ia mendalami studi tafsir, pada 1980 Quraish Shihab kembali menuntut ilmu ke almamaternya, al-Azhar Cairo, mengambil spesialisasi dalam studi tafsir al-Qur’an. Ia hanya memerlukan waktu dua tahun untuk meraih gelar doktor dalam bidang ini. Disertasinya yang berjudul “Nazm ad-Durar li al-Biqa’i Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian dan analisa terhadap keotentikan Kitab Nazm ad-Durar karya al-Biqa’i)” berhasil dipertahankannya dengan predikat dengan predikat penghargaan Mumtaz Ma’a Martabah asy-Syaraf al-Ula (summa cum laude).

Pendidikan Tingginya yang kebanyakan ditempuh di Timur Tengah, Al-Azhar, Cairo ini, oleh Howard M. Federspiel dianggap sebagai seorang yang unik bagi Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat. Mengenai hal ini ia mengatakan sebagai berikut: “Ketika meneliti biografinya, saya menemukan bahwa ia berasal dari Sulawesi Selatan, terdidik di pesantren, dan menerima pendidikan ting¬ginya di Mesir pada Universitas Al-Azhar, di mana ia mene¬rima gelar M.A dan Ph.D-nya. Ini menjadikan ia terdidik lebih baik dibandingkan dengan hampir semua pengarang lainnya yang terdapat dalam Popular Indonesian Literature of the Quran, dan lebih dari itu, tingkat pendidikan tingginya di Timur Tengah seperti itu menjadikan ia unik bagi Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat. Dia juga mempunyai karier mengajar yang penting di IAIN Makassar dan Jakarta dan kini, bahkan, ia menjabat sebagai rektor di IAIN Jakarta. Ini merupakan karier yang sangat menonjol”.[3]

Tahun 1984 adalah babak baru tahap kedua bagi Quraish Shihab untuk melanjutkan kariernya. Untuk itu ia pindah tugas dari IAIN Makassar ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum Al-Quran di Program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai dosen, ia juga dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian dia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir merangkap negara Republik Djibouti berkedudukan di Kairo.

Kehadiran Quraish Shihab di Ibukota Jakarta telah memberikan suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai aktivitas yang dijalankannya di tengah-tengah masyarakat. Di samping mengajar, ia juga dipercaya untuk menduduki sejumlah jabatan. Di antaranya adalah sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), anggota Lajnah Pentashhih Al-Qur’an Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat dalam beberapa organisasi profesional, antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), ketika organisasi ini didirikan. Selanjutnya ia juga tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah, dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian journal for Islamic Studies, Ulumul Qur ‘an, Mimbar Ulama, dan Refleksi jurnal Kajian Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta.

Di samping kegiatan tersebut di atas, M.Quraish Shihab juga dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal. Berdasar pada latar belakang keilmuan yang kokoh yang ia tempuh melalui pendidikan formal serta ditopang oleh kemampuannya menyampaikan pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas, rasional, dan kecenderungan pemikiran yang moderat, ia tampil sebagai penceramah dan penulis yang bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Kegiatan ceramah ini ia lakukan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid al-Tin dan Fathullah, di lingkungan pejabat pemerintah seperti pengajian Istiqlal serta di sejumlah stasiun televisi atau media elektronik, khususnya di.bulan Ramadhan. Beberapa stasiun televisi, seperti RCTI dan Metro TV mempunyai program khusus selama Ramadhan yang diasuh olehnya.

Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar al-Qur’an di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan al-Qur’an dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Qur’an lainnya. Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Qur’an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat al-Qur’an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur’an sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.

Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya, khususnya di tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan al-Qur’an, tetapi dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang baku. Menurutnya, penafsiran terhadap al-Qur’an tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Meski begitu ia tetap mengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan al-Qur’an sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat al-Qur’an. Bahkan, menurutnya adalah satu dosa besar bila seseorang mamaksakan pendapatnya atas nama al-Qur’an.[4]

Quraish Shihab adalah seorang ahli tafsir yang pendidik. Keahliannya dalam bidang tafsir tersebut untuk diabdikan dalam bidang pendidikan. Kedudukannya sebagai Pembantu Rektor, Rektor, Menteri Agama, Ketua MUI, Staf Ahli Mendikbud, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan, menulis karya ilmiah, dan ceramah amat erat kaitannya dengan kegiatan pendidikan. Dengan kata lain bahw ia adalah seorang ulama yang memanfaatkan keahliannya untuk mendidik umat. Hal ini ia lakukan pula melalui sikap dan kepribadiannya yang penuh dengan sikap dan sifatnya yang patut diteladani. Ia memiliki sifat-sifat sebagai guru atau pendidik yang patut diteladani. Penampilannya yang sederhana, tawadlu, sayang kepada semua orang, jujur, amanah, dan tegas dalam prinsip adalah merupakan bagian dari sikap yang seharusnya dimiliki seorang guru.

Beberapa Karya M. Quraish Shihab

Quraish Shihab juga sangat aktif sebagai penulis. Beberapa buku yang sudah Ia hasilkan antara lain :

1. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang, IAIN Alauddin, 1984);
2. Untaian Permata Buat Anakku (Bandung: Mizan 1998);
3. Pengantin al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 1999);
4. Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999);
5. Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan 1999);
6. Shalat Bersama Quraish Shihab (Jakarta: Abdi Bangsa);
7. Puasa Bersama Quraish Shihab (Jakarta: Abdi Bangsa);
8. Fatwa-fatwa (4 Jilid, Bandung: Mizan, 1999);
9. Satu Islam, Sebuah Dilema (Bandung: Mizan, 1987);
10. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987);
11. Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia Muda (MUI & Unesco, 1990);
12. Kedudukan Wanita Dalam Islam (Departeman Agama);
13. Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1994);
14. Lentera Hati (Bandung: Mizan, 1994);
15. Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996);
16. Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1996);
17. Tafsir al-Qur’an (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997);
18. Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-ayat Tahlili (Jakarta: Lentara Hati, 1999);
19. Jalan Menuju Keabadian (Jakarta: Lentera Hati, 2000);
20. Tafsir Al-Mishbah (15 Jilid, Jakarta: Lentera Hati, 2003);
21. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; dalam Pandangan Ulama dan Cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004);
22. Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan Di balik Setiap Fenomena (Jakarta: Lentera Hati, 2004);
23. Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005);
24. Logika Agama; Kedudukan Wahyu & Batas-Batas Akal Dalam Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2005).
25. Rasionalitas al-Qur’an; Studi Kritis atas Tafsir al-Manar (Jakarta: Lentera Hati, 2006)
26. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur’an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006)
27. Wawasana al-Qur’an; Tentang Dzikir dan Doa (Jakarta: Lentera Hati, 2006)
28. Asma’ al-Husna; Dalam Perspektif al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati)
29. Al-Lubab; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-Fatihah dan Juz ‘Amma (Jakarta: Lentera Hati)
30. 40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta: Lentera Hati)
31. Berbisnis dengan Allah; Tips Jitu Jadi Pebisnis Sukses Dunia Akhirat (Jakarta: Lentera Hati)
32. Menjemput Maut; Bekal Perjalanan Menuju Allah Swt. (Jakarta: Lentera Hati)
33. M. Quraish Shihab Menjawab; 101 Soal Perempuan yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati)
34. M. Quraish Shihab Menjawab; 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati)
35. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Jin dalam al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati)
36. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Malaikat dalam al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati)
37. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Setan dalam al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati)
38. Al-Qur’an dan Maknanya (Jakarta: Lentera Hati)
39. Membumikan al-Qur’an Jilid 2; Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan (Jakarta: Lentera Hati)

Isi Tafsir al-misbah

Tafsir al-Mishbah adalah karya monumental Muhammad Quraish Shihab dan diterbitkan oleh Lentera Hati. Tafsir al-Misbah adalah sebuah tafsir al-Quran lengkap 30 Juz pertama dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Warna keindonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khazanah pemahaman dan penghayatan umat Islam terhadap rahasia makna ayat Allah SWT.

M. Quraish Shihab dalam rekaman “Kultum” di RCTI (2007)

Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada lingkungan budaya dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan al-Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecederungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu. Seorang mufassir di tuntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakatnya, sehingga al-Quran dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dan bathil serta jalan keluar bagi setiap probelam kehidupan yang dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalah pahaman terhadap al-Qur’an atau kandungan ayat-ayat.

Quraish Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalis mengkiritik tajam sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan kesalahan kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian al-Quran yang ditulis pada masa awal karier Nabi Muhammad saw.

Contoh bukti yang dikemukakannya antara lain adalah: QS. Al-Ghasyiyah. Di sana gambaran mengenai hari kiamat dan nasib orang-orang durhaka, kemudian dilanjutkan dengan gambaran orang-orang yang taat.

Kemudian beliau mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya seperti: Fakhruddin ar-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq asy-Syathibi (w.790 H/1388 M), Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’I (809-885 H/1406-1480 M), Badruddin Muhammad ibn Abdullah Az-Zarkasyi (w.794 H) dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al-Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran.

Ada beberapa prinsip yang dipegangi oleh M. Quraish Shihab dalam karya tafsirnya, baik tahlîlî maupun mawdhû‘î, di antaranya bahwa al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam al-Mishbâh, beliau tidak pernah luput dari pembahasan ilmu al-munâsabât yang tercermin dalam enam hal:

• keserasian kata demi kata dalam satu surah;

• keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat (fawâshil);

• keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya;

• keserasian uraian awal/mukadimah satu surah dengan penutupnya;

• keserasian penutup surah dengan uraian awal/mukadimah surah sesudahnya;

• Keserasian tema surah dengan nama surah.

Tafsir al-Mishbah banyak mengemukakan ‘uraian penjelas’ terhadap sejumlah mufasir ternama sehingga menjadi referensi yang mumpuni, informatif, argumentatif. Tafsir ini tersaji dengan gaya bahasa penulisan yang mudah dicerna segenap kalangan, dari mulai akademisi hingga masyarakat luas. Penjelasan makna sebuah ayat tertuang dengan tamsilan yang semakin menarik atensi pembaca untuk menelaahnya.

Begitu menariknya uraian yang terdapat dalam banyak karyanya, pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M. Federspiel, merekomendasikan bahwa karya-karya tafsir M. Quraish Shihab pantas dan wajib menjadi bacaan setiap Muslim di Indonesia sekarang. Dari segi penamaannya, al-Mishbah berarti “lampu, pelita, atau lentera”, yang mengindikasikan makna kehidupan dan berbagai persoalan umat diterangi oleh cahaya al-Qur’an. Penulisnya mencitakan al-Qur’an agar semakin ‘membumi’ dan mudah dipahami. Tafsir Al-Mishbah merupakan tafsir Al-Quran lengkap 30 juz pertama dalam 30 tahun terakhir, yang ditulis oleh ahli tafsir terkemuka Indonesia : Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Ke-Indonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khasanah pemahaman dan penghayatan kita terhadap rahasia makna ayat-ayat Allah. Mari terangi jiwa dan keimanan kita dengan tafsir Al-Mishbah sekarang juga.

Buku ini terdiri dari 15 volume:

Volume 1 : Al-Fatehah s/d Al-Baqarah Halaman : 624 + xxviii halaman

Volume 2 : Ali-‘Imran s/d An-Nisa Halaman : 659 + vi halaman

Volume 3 : Al-Ma’idah Halaman : 257 + v halaman

Volume 4 : Al-An’am Halaman : 367 + v halaman

Volume 5 : Al-A’raf s/d At-Taubah Halaman : 765 + vi halaman

Volume 6 : Yunus s/d Ar-Ra’d Halaman : 613 + vi halaman

Volume 7 : Ibrahim s/d Al-Isra’ Halaman : 585 + vi halaman

Volume 8 : Al-Kahf s/d Al-Anbiya’ Halaman : 524 + vi halaman

Volume 9 : Al-Hajj s/d Al-Furqan Halaman : 554 + vi halaman

Volume 10 : Asy-Syu’ara s/d Al-‘Ankabut Halaman : 547 + vi halaman

Volume 11 : Ar-Rum s/d Yasin Halaman : 582 + vi halaman

Volume 12 : Ash-Shaffat s/d Az-Zukhruf Halaman : 601 + vi halaman

Volume 13 : Ad-Dukhan s/d Al-Waqi’ah Halaman : 586 + vii halaman

Volume 14 : Al-Hadid s/d Al-Mursalat Halaman : 695 + vii halaman

Volume 15 : Juz ‘Amma Halaman : 646 + viii halaman

Corak Tafsir Al-misbah

Dalam metode penafsiran M. Quraish Shihab memilih corak adabi ijtima‘i, Terdapat dua hal yang melatarbelakangi M. Quraish Shihab cenderung memilih corak adabi ijtima‘i dalam Tafsir al-Misbah, yaitu keahlian dan penguasaan bahasa Arab dan setting sosial kemasyarakatan yang melingkupi. Kecenderungan ini melahirkan semboyan beliau: ”Menjadi kewajiban semua umat Islam untuk membumikan al-Qur’an, menjadikannya menyentuh realitas sosial” sebagai indikasi ke arah corak tafsir tersebut.

Mengenai penerapan metode dan corak Tafsir al-Misbah dapat dilihat dari beberapa bukti sebagai berikut:

1. Metode tafsir Tahlili, Itnabi, Ma’thur, Ra’y, dan Muqarin

Karena Penafsiran ayat 11, 12, 13 surat al-Balad tentang pembebasan budak, ayat 107 surat al-Anbiya’ tentang risalah Muhammad sebagai rahmat bagi seluruh alam, ayat 1, 2, 3 surat al-‘Asr tentang urgensi waktu, ayat 213 surat al-Baqarah tentang manusia sebagai makhluk sosial, ayat 185 surat al-Baqarah tentang ru’yat hilal untuk mengawali puasa, dan ayat 21 surat al-Ahzab tentang keteladanan Nabi Muhammad, diurai secara rinci, ayat demi ayat, surat demi surat sesuai urutannya dalam mus}haf, dengan mengemukakan beberapa sumber dari al-Qur’an, hadis, ijtihad, dan pendapat-pendapat para mufassir.

2. Corak Adabi ijtima‘i

Penasfsiran ayat 11, 12, 13 surat al-Balad menitikberatkan pada ketelitian redaksi ayat, dan mengkaitkan pembebasan budak secara bertahap pada masyarakat Arab dahulu, lalu dikembangkan makna budak dalam bentuk baru, yaitu penghapusan penjajahan pada masyarakat modern sekarang sebagai solusi untuk mewujudkan hak asasi manusia.

Penafsiran ayat 107 surat al-Anbiya’ tentang misi risalah sebagai rahmat untuk seluruh alam, semula mengungkap redaksi ayat yang singkat, tapi padat. Kemudian bila diikuti ajarannya dapat memberikan solusi hidup bahagia bagi masyarakat manusia dan makhluk lainnya.

Penafsiran ayat 1, 2, 3 surat al-‘Asr tentang urgensi waktu, semula mengungkap hikmah redaksi ayat diawali dengan sumpah dengan waktu, lalu menginformasikan solusi tentang empat hal yang menjadikan manusia tidak rugi, yaitu beriman, beramal baik, saling berwasiat akan kebenaran, dan kesabaran.

Penafsiran ayat 213 surat al-Baqarah dengan memperhatiakan rahasia penggunaan kata tunggal (al-kitab), dan mengungkap bahwa manusia termasuk makhluk sosial dan memerlukan bantuan orang lain.

Penafsiran ayat 185 surat al-Baqarah semula memperhatikan rahasia pengulangan redaksi penggalan ayat sebelumnya, kemudian memberikan solusi untuk mengurangi munculnya perselisihan di kalangan kaum muslimin dalam mengawali puasa Ramadan, atau beridul fitri bagi orang yang tidak melihat bulan sabit di suatu kawasan, tapi orang di kawasan lain melihatnya, dengan menetapkan di mana saja bulan sabit dilihat oleh orang terpercaya, maka wajib puasa atau berlebaran bagi seluruh umat Islam, selama ketika melihatnya, penduduk yang berada di wilayah yang disampaikaan kepadanya berita kehadiran bulan itu masih dalam keadaan malam.

Penafsiran ayat 21 surat al-Ahzab memperhatikan fungsi dan ungkapan redaksi ayat, lalu menjelaskan uswah (keteladanan) Rasul dan kaitannya dengan batas-batas‘ismah (terpelihara dari kesalahan/maksiat) yang menimbulkan perselisihan di kalangan ulama. Dalam menghargai perbedaan pendapat, M. Quraish Shihab memberikan solusi, bagi yang berpandangan bahwa Nabi Muhammad mendapat ‘ismah dalam segala sesuatu, maka berarti segala apa yang bersumber dari Nabi pasti benar, tetapi bagi yang berpandangan membatasi ‘ismah hanya pada persoalan-persoalan agama, maka keteladanan hanya pada soal-soal agama saja dan tidak termasuk soal-soal keduniaan.

1 comments on “Tafsir Al-Misbah

  1. assalamualaikum bapak…..saya sedikit mau bertanya : kalau mengenai ayat-ayat tentang zakat profesi, metode aapakah yg bapak gunakan untuk penafsiran ayat tersebut?dan bagaimana bapak memahami ayat tersebut?

Tinggalkan komentar